KABAR-DESAKU.COM – Gen-Z dikenal sebagai generasi yang tumbuh dengan perubahan teknologi yang sangat pesat.
Dari konektivitas internet yang semakin maju hingga perangkat elektronik yang makin canggih.
Kehidupan kita menjadi semakin bergantung pada listrik. Namun, kini sedang
muncul tren baru yaitu electrifying lifestyle.
Sebuah gaya hidup yang menempatkan listrik sebagai sumber energi utama dalam berbagai aspek kehidupan.
Kendaraan listrik, kompor listrik, hingga rumah yang rumah bertenaga surya bukan lagi sekadar ide masa depan. Kini orang-orang mulai terbiasa dengan semua itu.
Baca juga: Manfaat Buah Sawo untuk Menurunkan Kolesterol dan Kesehatan Tubuh
Electrifying lifestyle menjadi bagian penting dari transisi menuju dunia yang lebih
hijau, terutama dalam memerangi krisis iklim yang semakin mendesak.
Perubahan iklim bukan lagi topik jauh yang tidak relevan dengan kehidupan sehari-hari. Gen-Z saat ini mengalami langsung dampak perubahan iklim.
Seperti meningkatnya suhu global, cuaca ekstrem, dan krisis ekologi yang mempengaruhi kehidupan banyak orang.
Laporan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) mengungkapkan bahwa emisi gas rumah kaca dari penggunaan bahan bakar fosil adalah salah satu penyebab utama perubahan iklim.
Dengan beralih ke sumber energi listrik, khususnya yang berasal dari energi terbarukan, kita bisa membantu mengurangi emisi karbon yang merusak lingkungan.
Baca juga: Cara Efektif Memaksimalkan Penggunaan Listrik Secara Bijak
Electrifying lifestyle menawarkan solusi untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil (seperti batu bara dan minyak bumi). Kendaraan listrik, misalnya, tidak menghasilkan emisi CO 2 saat digunakan.
Berbeda dengan mobil berbahan bakar minyak yang setiap harinya menyumbang polusi udara.
Selain itu, kompor listrik memberikan alternatif yang lebih bersih dan aman dibandingkan dengan kompor gas yang sering kali mengeluarkan emisi berbahaya ke dalam rumah.
Namun, lebih dari sekadar tren teknologi, electrifying lifestyle adalah sebuah tanggung jawab moral.
Dalam tulisan Perubahan Iklim dan Krisis Lingkungan: Tindakan dan Solusi
untuk Indonesia karya Ratna Dewi menekankan bagaimana krisis iklim telah menjadi ancaman global yang menuntut aksi kolektif.
Ia menggambarkan bahwa setiap langkah kecil dalam elektrifikasi sehari-hari, jika dilakukan oleh banyak orang, akan memberi dampak signifikan terhadap pelestarian lingkungan.
Oleh karena itu, generasi kita memiliki tanggung jawab lebih untuk memastikan bahwa teknologi yang kita adopsi juga berkontribusi terhadap dunia yang lebih bersih dan sehat.
Namun, kita juga tidak bisa menutup mata terhadap tantangan besar yang datang
bersamaan dengan transisi ini.
Salah satunya sumber energi listrik itu sendiri. Jika listrik yang digunakan masih berasal dari pembangkit listrik berbahan bakar batu bara, maka dampaknya
terhadap iklim tidak akan jauh berbeda.
Sebagai contoh, Indonesia masih banyak bergantung pada batu bara untuk pembangkit listrik.
Oleh karena itu, beralih ke elektrifikasi tanpa memperbarui sumber energinya hanya akan memindahkan masalah baru.
Selain itu, ada masalah lingkungan lain yang muncul dari produksi baterai kendaraan listrik.
Bahan-bahan seperti lithium, kobalt, dan nikel yang digunakan untuk baterai
kendaraan listrik sering kali ditambang dengan cara yang merusak lingkungan.
Dalam tulisan Hijau Itu Indonesia: Tantangan dan Solusi Pengelolaan Energi di Indonesia karya M. Arif Wicaksono menyoroti bahwa meskipun kendaraan listrik menawarkan solusi terhadap emisi.
Kita harus tetap kritis terhadap rantai produksi bahan baku yang digunakan. Terutama di Indonesia yang kaya akan sumber daya alam seperti nikel dan tembaga.
Tambang-tambang besar di Sulawesi dan Papua telah lama menjadi isu karena metode penambangan yang tidak berkelanjutan.
Baca juga: Kendaraan Listrik: Ilusi atau Solusi?
Penulis mengingatkan bahwa tanpa regulasi dan kebijakan yang tepat, electrifying lifestyle bisa menjadi pedang bermata dua yang memberikan manfaat besar tapi juga bisa mempercepat kerusakan lingkungan melalui penambangan besar-besaran.
Maka dari itu, penggunaan kendaraan listrik harus diimbangi dengan kebijakan yang mendukung penambangan berkelanjutan dan daur ulang baterai yang efektif.
Gen-Z punya kekuatan yang luar biasa untuk menggerakkan perubahan, terutama
melalui pemanfaatan teknologi dan media sosial.
Namun, refleksi mendalam diperlukan untuk memastikan bahwa setiap langkah yang diambil benar-benar menuju keberlanjutan.
Penekanan akan pentingnya edukasi dalam memperkenalkan konsep-konsep energi
terbarukan dan pengelolaan lingkungan kepada masyarakat sangat diperlukan.
Edukasi adalah kunci untuk memastikan bahwa keputusan kita—dari membeli kendaraan listrik hingga kompor listrik—benar-benar didasarkan pada pemahaman tentang manfaat jangka panjang bagi planet ini.
Selain itu, kita juga harus kritis terhadap bagaimana kita mendukung transisi ini di
tingkat kebijakan.
Gen-Z dapat mendorong kebijakan publik yang lebih ramah lingkungan, mulai dari mendukung energi terbarukan, mengawasi penambangan yang bertanggung jawab,
hingga memastikan akses yang adil terhadap teknologi hijau bagi semua lapisan masyarakat.
Lebih jauh lagi, elektrifikasi tidak hanya soal teknologi tetapi juga soal perubahan gaya hidup.
Baca juga: Dunia Ini Hanya Sementara Kawan! Gus Baha: Koyo Mung Mampir Ngombe
Kita bisa memulai dari hal-hal kecil seperti menggunakan kompor induksi di dapur, mengurangi penggunaan kendaraan bermotor pribadi, atau berinvestasi dengan menggunakan panel surya untuk kebutuhan listrik rumah tangga.
Kita perlu memasyarakatkan energi terbarukan dalam menciptakan sistem energi yang berkelanjutan dan terjangkau bagi semua.
Dengan memanfaatkan energi matahari, angin, dan air, kita dapat memastikan bahwa transisi ke electrifying lifestyle membawa manfaat lingkungan yang nyata.
Kita berharap electrifying lifestyle bukan hanya tren sesaat, tetapi jalan menuju masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan.***
Ditulis Oleh: Dwi Supriyadi (peserta lomba menulis artikel Hari Listrik Nasional yang diselenggarakan oleh Rumah Baca Purnama)