KABAR-DESAKU.COM – Hari saya mendapat undangan seminar dari organisasi wanita syarikat islam (WSI).
Tema yang diusung sangat menarik bagi saya seorang ibu dan juga seorang pendidik, yakni tentang parenting.
Dari rumah sudah saya niatkan betul untuk belajar lagi tentang ilmu parenting.
Belajar parenting di zaman seperti sekarang ini bukanlah menjadi barang baru, karna sekarang kita berhadapan langsung dengan zaman yang serba cepat, serba canggih dan serba update.
Narasumber yang diundang juga cukup representatif untuk membicarakan masalah parenting, ada 3 unsur Narasumber yang diundang, yakni dari Dinsos, polres, dan dinkes.
Baca juga: Menguak Keunikan Budaya Arsitektur Rumah Kampung Naga Tasikmalaya, Bikin Betah Menempatinya
Perpaduan yang sangat komplit, bisa membaca dari sudut pandang psikologi, sosial dan hukum.
Pastinya panitia sudah merancang betul agenda parenting ini.
Setelah berjalannya proses pembukaan sampailah pada inti, disayangkan narasumber yang hadir hanya dua, kita kehilangan cara pandang dari sisi psikologisnya.
Materi pertama peserta dibuat terheran-heran dengan pemaparan dari Dinsos yang disampaikan oleh bapak Kuswantoro, S.Kep. karena dari Dinsos, maka wajar yang banyak disampaikan adalah fakta lapangan fenomena sosial yang sebenarnya terjadi.
Beliau memaparkan dari sumber data P2TPPA bahwa di Banjarnegara kasus kekerasan pada anak dan perempuan tahun 2024 sampai bulan Agustus 32 kasus, terdiri dari KDRT, penelantaran dan paling banyak selain KDRT yaitu kekerasan seksual.
Baca juga: Kemenkop UKM Terbitkan E-Book untuk Memajukan UMKM
Bila dibandingkan dari dari tahun 2021 grafiknya terus naik hingga tahun 2024, serta yang paling tinggi kerentanan terhadap kekerasan sesuai data adalah anak perempuan.
Membaca data itu membuat bulu kuduk saya merinding, terlebih kita tinggal di pegunungan dan kota kecil.
Kok banyak juga kasus kekerasan yang menghantui wanita dan anak.
Meskipun secara regulasi dan undang-undang sudah sangat jelas payung hukumnya, salah satunya UU nomor. 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak, PERBUP BANJARNEGARA No.420. Tahun 2020 tentang penyelenggaraan pelayanan terpadu bagi korban kekerasan berbasis gender dan anak di kabupaten Banjarnegara.
Data itu baru yang muncul di permukaan mau melapor, kemungkinan akan lebih banyak lagi yang tak terungkap di permukaan, hal ini dikarenakan adanya budaya malu untuk melapor, karena menganggap kekerasan adalah aib.
Selain itu masyarakat juga merasa bingung harus melaporkan kemana, dan aja juga alasan karena takut jika melaporkan adanya tindakan kekerasan yang lapor justru mendapat ancaman serta takut ada pembiayaan, padahal dari dinas P2PTPA tidak dikenai biaya, bahkan sampai didampingi hingga proses hukum.
Adapun definisi kekerasan adalah setiap perbuatan, tindakan atau keputusan terhadap seseorang yang berdampak menimbulkan rasa sakit, luka, atau kematian, penderitaan seksual/reproduksi, berkurang atau tidak berfungsinya sebagian dan atau seluruh anggota tubuh secara fisik, intelektual atau mental.
Bentuk dari kekerasan yaitu diantaranya kekerasan fisik, kekerasan psikis, perundungan dan kekerasan seksual.***
Penulis: Ruliyah, S.Pd.I. (Pendidik di Kabupaten Banjarnegara Provinsi Jawa Tengah)
Tulisan yang bagus..
Menuliskan kegundahan yang melanda