KABAR-DESAKU.COM – Di pagi yang cerah ini, saya berangkat ke sekolah dengan penuh ceria. Di perjalanan, kembali bertemu dengan anak-anak pelajar yang tengah berangkat menuju sekolah.
Tapi ada satu hal yang mencuri perhatian: siswi yang bersolek rapi, memakai parfum dengan wangi lembut yang menyebar ke mana-mana, lengkap dengan tas mungil mirip tas mejeng ketimbang tas sekolah pada umumnya.
Baca Juga: Taman Baca Antara Buku dan Manusia, Menyulut Api Literasi dari Dua Arah
Fenomena ini semakin marak, seakan-akan sekolah bukan lagi sekadar tempat menimba ilmu, melainkan juga arena memamerkan penampilan dan, tak jarang, ajang mencari perhatian sang pujaan hati.
Pertanyaannya, seberapa pentingkah bersolek bagi siswi ketika berangkat dan berada di sekolah?
Bagi sebagian orang, berdandan adalah bentuk aktualisasi diri, cara menumbuhkan rasa percaya diri, dan cara agar merasa nyaman dalam pergaulan.
Lipstik tipis, bedak, alis sedikit dirapikan, atau parfum yang harum memang bisa membuat seseorang lebih siap menghadapi hari.
Namun, jika tujuannya melenceng, dari sekadar rapi menjadi obsesi tampil menarik hanya demi menjerat perhatian lawan jenis, maka esensi sekolah sebagai tempat belajar jadi kabur.
Model tas mungil yang hanya cukup menampung ponsel, dompet, dan bedak, perlahan menggantikan tas sekolah yang seharusnya penuh buku pelajaran.
Alih-alih sibuk mencatat materi atau berdiskusi dengan guru, ada sebagian siswi yang lebih fokus memastikan lipstik tak luntur dan rambut tetap klimis.
Fenomena ini seolah menjadi simbol pergeseran prioritas: ilmu perlahan tergeser oleh urusan pencitraan.
Masih pentingkah ilmu, jika hasil bersolek di sekolah sudah berhasil mendapatkan “kamu”?
Jika tujuan sekolah berubah menjadi sekadar mendekatkan diri pada sosok yang disukai, maka pendidikan kehilangan maknanya.
Ilmu semestinya menjadi bekal masa depan, sedangkan cinta monyet yang diperjuangkan dengan cara memoles penampilan biasanya tak lebih dari episode singkat yang tak sebanding dengan nilai ilmu pengetahuan.
Tak salah jika ingin tampil rapi dan wangi, karena itu bagian dari kebiasaan baik.
Namun, perlu disadari, sekolah tetaplah tempat belajar. Prestasi akademik, pengembangan karakter, dan kemampuan berpikir kritis jauh lebih penting daripada sekadar menjadi primadona sesaat.
Apalagi, dunia luar nanti akan menilai seseorang bukan dari tas mungilnya atau harum parfumnya, melainkan dari kecakapan, ketekunan, dan wawasan yang dibangun sejak bangku sekolah.
Pada akhirnya, tak ada yang melarang berdandan selama masih dalam batas wajar.
Namun, jika suatu hari kamu bertanya apa tujuanmu ke sekolah, semoga jawabannya bukan hanya “untuk mendapatkan kamu,” melainkan “untuk meraih ilmu dan masa depan yang lebih baik.”
Karena cinta yang lahir dari kepura-puraan tak akan sekuat pondasi pengetahuan yang kamu bangun dengan usaha dan kesungguhan.***
























