KABAR-DESAKU.COM – Upacara Grebeg Besar, salah satu tradisi Islam-Jawa yang sarat nilai spiritual, tetap dilestarikan secara konsisten oleh Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat di tengah arus modernisasi dan budaya populer.
Tradisi ini diselenggarakan setiap bulan Dzulhijjah, bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha, sebagai bentuk penghormatan terhadap ajaran Islam sekaligus pelestarian budaya leluhur.
Grebeg Besar merupakan salah satu dari tiga upacara grebeg utama yang digelar Keraton Surakarta setiap tahun, selain Grebeg Maulud dan Grebeg Syawal. Kata “grebeg” merujuk pada arak-arakan besar yang melibatkan berbagai unsur budaya keraton, termasuk pasukan bregada, gamelan, dan masyarakat umum.
Secara historis, tradisi ini dimulai sejak masa Kerajaan Mataram Islam, sebagai wujud harmonisasi antara kekuasaan raja dengan nilai-nilai Islam.
Sultan atau Sunan, sebagai pemimpin spiritual dan duniawi, bertanggung jawab mengayomi rakyat serta menunjukkan ketaatan kepada Allah SWT melalui simbol-simbol ritual yang bisa dirasakan oleh masyarakat luas.
Prosesi Grebeg Besar: Perpaduan Islam dan Budaya
Puncak perayaan Grebeg Besar adalah arak-arakan Gunungan—rangkaian hasil bumi dan makanan tradisional yang disusun menyerupai gunung dan diiringkan dari dalam keraton menuju Masjid Agung Surakarta.
Prosesi ini diawali dengan:
-
Shalat Idul Adha di Masjid Agung
-
Penyembelihan hewan kurban yang dilakukan oleh pihak keraton sebagai perwujudan keteladanan dari pengorbanan Nabi Ibrahim AS
-
Pengiriman Gunungan sebagai simbol sedekah dari raja kepada rakyat
Gunungan ini kemudian diperebutkan masyarakat dengan keyakinan bahwa bagian dari gunungan membawa berkah, keselamatan, dan kesejahteraan.
Tradisi Grebeg Besar tidak hanya memiliki nilai estetika dan budaya, tetapi juga mengandung ajaran spiritual yang mendalam, antara lain:
-
Tawadhu (Rendah Hati)
Arak-arakan gunungan menunjukkan bahwa seorang raja sekalipun tunduk kepada kehendak Allah dan memiliki kewajiban untuk berbagi dengan rakyatnya. Ini mencerminkan sikap tawadhu dalam kepemimpinan. -
Taqwa dan Keteladanan
Diselenggarakan bertepatan dengan Hari Raya Kurban, Grebeg Besar mengajarkan pentingnya ketaatan dan pengorbanan, seperti yang diteladankan oleh Nabi Ibrahim AS. Keraton sebagai pusat kekuasaan menunjukkan bahwa kekuasaan tetap harus diletakkan di bawah tuntunan nilai-nilai ilahi. -
Sedekah dan Solidaritas Sosial
Gunungan yang dipersembahkan kepada masyarakat adalah wujud nyata sedekah dan kebersamaan. Dalam pandangan Islam, sedekah adalah cara menyucikan harta dan mempererat persaudaraan. -
Zikir Budaya
Meskipun tidak secara verbal berupa dzikir, prosesi budaya Grebeg Besar bisa dianggap sebagai bentuk “zikir kolektif”—pengingat kepada Sang Pencipta melalui simbol, gerak, dan tradisi yang dilakukan secara konsisten dan khusyuk. -
Menjaga Amanah Leluhur
Pelestarian tradisi ini merupakan bentuk tanggung jawab spiritual generasi penerus dalam menjaga warisan para wali dan raja yang telah mengislamkan dan membudayakan masyarakat Jawa dengan cara damai dan berakhlak.
Grebeg Besar di Keraton Kasunanan Surakarta bukan sekadar perayaan budaya, tetapi juga manifes dari spiritualitas Islam Nusantara yang membumi dan merakyat.
Tradisi ini membuktikan bahwa nilai-nilai Islam dapat menyatu secara harmonis dengan budaya lokal tanpa kehilangan substansi ajarannya.
Di tengah tantangan zaman, Grebeg Besar menjadi napas peradaban yang mengingatkan kita bahwa kemuliaan hidup bukan hanya pada kuasa, tetapi juga pada ketulusan untuk memberi dan beribadah.***