Hari Aksara Internasional Momentum Menguatkan Gerakan Menulis untuk Membangun Generasi Literat

BANJARNEGARA, KABAR-DESAKU.COM – Setiap 8 September, dunia memperingati Hari Aksara Internasional atau Hari Literasi Internasional (ILD). Peringatan ini dilaksanakan sejak tahun 1967, bukanlah sekadar seremonial, melainkan momentum untuk merefleksikan kembali makna literasi dan bagaimana aksara berperan dalam membangun peradaban.

Mengenal aksara berarti memahami bagaimana merangkai huruf menjadi kata, lalu menjadikannya tulisan yang menyimpan pengetahuan, gagasan, dan sejarah.

Tahun ini, peringatan Hari Aksara Internasional relevan untuk menegaskan kembali pentingnya gerakan menulis.

Menulis bukan hanya aktivitas menuangkan kata, melainkan jalan sunyi menuju terbentuknya generasi literat: generasi yang berpikir kritis, mampu berkomunikasi efektif, serta memiliki kesadaran sosial yang kuat.

Dalam konteks pendidikan, inilah generasi yang dibutuhkan, mereka yang tidak sekadar menyerap informasi, tetapi juga mampu mengevaluasi, mencipta, dan menyebarkan gagasan dengan penuh tanggung jawab.

Baca juga: 5 Hikmah dari Kisah Uwais Al-Qarni untuk Para Pembelajar

Literasi hari ini tidak lagi sekadar soal membaca teks cetak, melainkan juga kemampuan memahami informasi digital, menilai kredibilitas sumber, dan menuliskan gagasan untuk memengaruhi lingkungan sosial secara positif.

Artinya, gerakan menulis merupakan kelanjutan dari proses membaca; dari sekadar menyerap informasi menuju kemampuan mengolah dan membagikannya kembali.

Di Indonesia, tantangan literasi tidak hanya bersifat akademik, tetapi juga sosial dan kultural. Di tengah derasnya arus informasi, kemampuan masyarakat untuk menyaring, mengolah, dan menanggapi informasi masih rendah.

Dalam situasi inilah, menulis menjadi penting, karena melalui menulis, seseorang dituntut untuk memilah gagasan, mengelola informasi, lalu menyampaikannya dengan struktur yang logis.

Baca juga: Bincang Literasi di Radio Suara Banjarnegara, Indra Hari Purnama Jawab Tantangan Menghidupkan Minat Baca di Era Digital

Menulis sebagai Pembentuk Karakter & Gerakan Kebudayaan

Menulis bukan hanya keterampilan teknis, melainkan sarana membangun karakter. Anak-anak yang sejak dini dilatih menulis, belajar menyuarakan pikiran dan perasaan mereka. Ini menjadi dasar bagi tumbuhnya masyarakat yang partisipatif dan sadar akan peran sosialnya.

Hal ini sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), yang menempatkan literasi sebagai fondasi pembentukan karakter bangsa.

Selain itu, Gerakan Literasi Nasional (GLN) sejak 2016 juga menekankan pentingnya mengintegrasikan membaca dan menulis ke dalam praktik pendidikan sehari-hari.

Banyak komunitas literasi lokal telah membuktikan peran menulis dalam memperkuat literasi bangsa. Contohnya, Rumah Baca Purnama di Banjarnegara, yang selama tujuh tahun berhasil melahirkan ratusan penulis pemula dan buku terbitan lokal.

Tanpa dukungan besar dari negara, mereka menggerakkan budaya menulis melalui tekad, kolaborasi, dan cinta pengetahuan.

Gerakan semacam ini menunjukkan bahwa menulis bukan sekadar aktivitas pendidikan, tetapi juga gerakan kebudayaan.

Melalui tulisan, masyarakat bisa menyimpan sejarah lokal, memperkuat identitas, mengkritik ketidakadilan, sekaligus menyuarakan harapan.

Baca juga: Taman Baca Antara Buku dan Manusia, Menyulut Api Literasi dari Dua Arah

Hari Aksara Internasional adalah momentum untuk menegaskan bahwa literasi tidak cukup hanya dengan membaca. Menulis harus menjadi bagian dari gaya hidup kita.

Melalui gerakan menulis yang konsisten, bangsa Indonesia dapat menanam benih peradaban, membangun generasi yang tidak hanya melek huruf, tetapi juga melek makna, nilai, dan arah kehidupan.

Karena itu, mari jadikan menulis bukan sekadar keterampilan tambahan, melainkan kebiasaan sosial yang menguatkan budaya literasi bangsa.***

Ditulis oleh: Indra Hari Purnama (Founder Rumah Baca Purnama)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *