Jangan Sampai Terlambat! Naskah Kuno Ternyata Bisa Bongkar Ilmu, Sejarah, dan Solusi Bencana!

BANJARNEGARA, KABAR-DESAKU.COM – Kesadaran masyarakat terhadap nilai ilmiah naskah kuno masih sangat rendah.

Banyak dari naskah tersebut yang justru diperlakukan layaknya pusaka pribadi, bukan sebagai pustaka ilmu pengetahuan yang bisa membuka wawasan sejarah, budaya, hingga solusi masa depan.

Kondisi ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah dalam melakukan pelestarian dan penelusuran naskah kuno.

Tak sedikit masyarakat yang meyakini naskah tersebut memiliki kekuatan sakral, sehingga enggan membukanya untuk kepentingan ilmiah.

Baca juga: Gandeng Berbagai Komunitas, Disarpus Banjarnegara Gelar Bincang Literasi

Padahal, di balik lembar-lembar tua itu, tersimpan pengetahuan lokal yang bisa memperkaya literatur bangsa.

Hal ini disampaikan oleh filolog dari Sraddha Institute Surakarta, Rendra Agusta, dalam acara Sosialisasi Penelusuran Naskah Kuno yang digelar oleh Dinas Arsip dan Perpustakaan (Disarpus) Kabupaten Banjarnegara, Selasa (15/4/2025).

Acara ini terlaksana berkat dukungan Dana Alokasi Khusus Nonfisik dari Perpustakaan Nasional RI.

Rendra menegaskan, naskah kuno bukan sekadar babad atau kisah sejarah.

“Tulisan tangan yang berusia lebih dari 50 tahun dan memuat nilai budaya atau sejarah sudah masuk kategori naskah kuno,” jelasnya.

Baca juga: Pustakawan Daarul Falaah Merden Banjarnegara Dimotivasi Tim Disarpus Provinssi Jawa Tengah

Lebih lanjut, ia menyebut bahwa naskah kuno harus dipandang sebagai bagian penting dari ekosistem ilmu pengetahuan.

Dokumen tua seperti arsip tanah desa, catatan bencana, hingga mantra kuno bisa menjadi sumber riset multidisipliner—mulai dari antropologi, hukum agraria, linguistik, hingga mitigasi bencana.

“Sayangnya, banyak yang masih menganggapnya jimat, bukan ilmu. Padahal dari naskah itulah kita bisa memahami jejak peradaban dan pengetahuan lokal,” tambah Rendra.

Ia juga mencontohkan konsep living philology, yakni pemanfaatan naskah kuno untuk kegiatan edukasi dan pengembangan industri kreatif.

“Misalnya, masyarakat adat Tengger pernah kehilangan mantra selama 250 tahun karena naskahnya tersimpan di Inggris. Setelah ditelusuri dan diterjemahkan, akhirnya bisa digunakan kembali,” jelasnya.

Baca juga: Disarpus Banjarnegara Sambut Baik Program TJSL PLN untuk Rumah Baca

Lebih dari itu, banyak naskah memuat catatan tentang bencana besar seperti letusan Krakatau atau tsunami Palu yang bisa digunakan untuk refleksi dan peringatan dini.

Dengan kata lain, naskah kuno bukan hanya jendela masa lalu, tetapi juga kompas untuk menghadapi masa depan.

Sementara itu, Kepala Museum Sonobudoyo Yogyakarta, Ery Sustiyadi, menyoroti pentingnya pelestarian fisik naskah.

“Kalau sudah rusak, proses restorasi akan sangat sulit. Maka pencegahan harus menjadi prioritas,” ujarnya.

Ia bahkan menyamakan perlakuan terhadap naskah kuno seperti merawat manusia—diperlakukan dengan hati-hati dan penuh penghargaan.

Kepala Disarpus Kabupaten Banjarnegara, Arief Rahman saat menyampaikan laporan (15/4/2025)

Kepala Disarpus Banjarnegara, Arief Rahman, menyatakan bahwa hingga kini masih banyak naskah kuno yang belum terdata resmi dan hanya tersimpan di rumah-rumah warga.

“Banyak masyarakat yang belum menyadari bahwa dokumen-dokumen itu memiliki nilai literasi dan sejarah yang sangat tinggi,” katanya.

Melalui kegiatan ini, pihaknya bertekad mulai melakukan pemetaan, inventarisasi, dan pembangunan database naskah kuno di Banjarnegara.

Harapannya, naskah-naskah ini bisa diakses dan dikaji lebih luas, bukan hanya disimpan secara pribadi.

Baca juga: Mengungkap Keindahan 3 Wisata Baru di Sekitar Bendungan Panglima Besar Soedirman, Banjarnegara!

Apresiasi atas kegiatan ini datang dari Bupati Banjarnegara, Amalia Desiana, yang disampaikan oleh Asisten Administrasi Setda, Dalmini.

Ia menegaskan pentingnya pelestarian naskah untuk menggali nilai-nilai lokal dan memperkuat identitas daerah.

“Dengan sejarah Banjarnegara yang sudah 454 tahun, tentu ada banyak catatan penting yang harus didokumentasikan untuk anak cucu kita,” ungkapnya.

Baca juga: Bincang Literasi di Radio Suara Banjarnegara, Indra Hari Purnama Jawab Tantangan Menghidupkan Minat Baca di Era Digital

Salah satu peserta sosialisasi, Indra Hari Purnama penulis dan pegiat literasi di Banjarnegara saat dikonfirmasi mengapresiasi kegiatan tersebut, dan berharap kedepannya banyak literatur lokal yang diperoleh dari naskah-naskah kuno.

“Kegiatan ini semakin membuka wawasan saya tentang pentingnya menjadikan naskah-naskah kuno sebagai literatur terlebih di tingkat lokal, ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan menambah khasanah pengetahuan,” ungkap Indra.

Indra juga berharap, kegiatan ini dapat ditindak lanjuti dengan beberapa langkah, seperti membuat tim khusus yang diambil dari berbagai komunitas untuk turut serta menelusuri dan mendata keberadaan naskah-naskah kuno di Kabupaten Banjarnegara.***




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *