KABAR-DESAKU.COM – Di sebuah desa kecil bernama Sukamulia, hiduplah seorang gadis muda bernama Sri. Ia dikenal sebagai sosok ceria yang selalu membantu ibunya, Bu Siti, di ladang. Sri sangat menyayangi ibunya, satu-satunya keluarga yang ia miliki setelah ayahnya meninggal beberapa tahun lalu. Kehidupan mereka sederhana, tetapi penuh kasih.
Setiap sore, Sri biasa bermain di pinggir sungai bersama anak-anak desa lainnya. Namun, suatu sore yang tak terlupakan, Sri pulang dengan tubuh demam tinggi. Ibu Sri merawatnya dengan penuh kasih, tetapi keadaan Sri semakin memburuk.
Dalam hitungan hari, Sri menghembuskan napas terakhirnya. Suasana desa yang biasanya ramai berubah menjadi hening. Tangis Bu Siti memenuhi udara. “Sri, bangun, Nak… Ibu masih butuh kamu,” lirihnya.
Pemakaman Sri dilakukan dengan sederhana. Ustadz Amir memimpin prosesi. Dalam kesedihan yang mendalam, ada satu kelalaian yang tak disadari: tali pocong Sri tertinggal dan tidak dilepaskan.
Beberapa malam setelah pemakaman, suasana desa mulai berubah. Udara terasa berat, dan malam menjadi lebih gelap dari biasanya. Warga mulai mendengar suara-suara aneh di tengah malam, seperti langkah kaki menyeret di jalanan. Beberapa bahkan mengaku melihat bayangan putih di kebun.
“Ini pasti perasaan kita saja,” kata Kakek Udin kepada warga. Namun, ketegangan semakin memuncak ketika pintu rumah seorang warga diketuk keras pada tengah malam. Saat dibuka, tidak ada siapa pun di sana.
Ketukan misterius itu tidak berhenti hanya di satu rumah. Semakin banyak warga mengalami hal serupa. “Ini pasti kutukan,” bisik seorang ibu di pasar.
Bu Siti merasa ada sesuatu yang salah. Ia sering bermimpi tentang Sri yang berdiri di ambang pintu rumah, menatapnya dengan tatapan kosong. “Ustadz Amir, saya rasa ini semua ada hubungannya dengan Sri,” ujarnya penuh air mata.
Ustadz Amir dan Kakek Udin segera berkumpul untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Mereka mendatangi makam Sri pada siang hari, tetapi tidak ada yang mencurigakan.
“Saya khawatir ada sesuatu yang terlupakan saat pemakaman,” kata Ustadz Amir. Ia mulai mengingat kembali prosesi pemakaman. “Apakah tali pocongnya sudah dilepas?” tanyanya.
Kakek Udin tertegun. “Mungkin belum. Kita harus memastikannya.”
Malam itu, Ustadz Amir, Kakek Udin, dan beberapa warga memberanikan diri untuk menggali makam Sri. Suasana hening, hanya diterangi cahaya lampu minyak. Ketika sampai ke dasar makam, mereka menemukan tali pocong masih terikat di tubuh Sri. Wajah Sri terlihat damai, tetapi seolah-olah menunggu.
Dengan hati-hati, Ustadz Amir melepas tali tersebut sambil membaca doa-doa. “Semoga ini mengakhiri kutukan ini,” ucapnya.
Setelah prosesi tersebut, suasana desa perlahan kembali normal. Tidak ada lagi suara aneh atau bayangan misterius. Warga kembali menjalani kehidupan seperti biasa.
Namun, Bu Siti masih merasa bersalah. “Maafkan Ibu, Sri,” katanya sambil menaburkan bunga di makam anaknya. Dalam mimpinya malam itu, ia melihat Sri tersenyum dan melambaikan tangan, seolah mengucapkan selamat tinggal.
Desa Sukamulia kini kembali damai. Warga belajar dari kejadian itu untuk lebih menghormati tradisi dan tidak mengabaikan hal-hal kecil yang dianggap sepele. Kutukan Sri menjadi pelajaran bagi mereka semua tentang pentingnya mematuhi adat dan menjaga spiritualitas.
Kakek Udin berkata pada anak-anak desa, “Ingatlah, tradisi itu bukan hanya kebiasaan. Di baliknya ada hikmah yang besar.”
Dan begitulah, meskipun Sri telah tiada, kisahnya akan selalu dikenang sebagai pengingat di hati warga Sukamulia.
Tamat