KABAR-DESAKU.COM – Kabupaten Banyumas kembali menjadi sorotan publik pendidikan Islam Jawa Tengah. Pada tanggal 21–23 Oktober 2025, Banyumas menjadi tuan rumah Lomba Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Seni Islami (MAPSI) SMP Tingkat Provinsi Jawa Tengah, sebuah ajang tahunan yang mempertemukan para pelajar dari 35 kabupaten/kota.
Uniknya, gelaran tahun ini menghadirkan maskot khas Banyumas bernama “Bawor Santri” (SIBASAN) — simbol yang menggabungkan kearifan lokal dan nilai-nilai santri.
Lebih dari sekadar lomba, MAPSI 2025 di Banyumas menjadi panggung integrasi nilai Islam, budaya lokal, dan moderasi beragama, sekaligus ajang kreatif bagi pelajar untuk menampilkan ekspresi keislaman yang cerdas, santun, dan berbudaya.
Dalam konteks inilah, spirit “Bawor Santri” menjadi metafora tentang bagaimana generasi muda Muslim Jawa Tengah diajak untuk tetap teguh dalam keislaman, namun terbuka terhadap keberagaman dan kemajuan zaman.
Baca juga: Rumah Baca Purnama Gelar Pelatihan Read Aloud, Ternyata Ini Manfaat Dahsyatnya
MAPSI sebagai Ruang Ekspresi dan Edukasi Keislaman
MAPSI (Mata Pelajaran dan Seni Islami) bukan sekadar perlombaan, tetapi merupakan manifestasi dari pendidikan Islam yang menyenangkan, kontekstual, dan berkarakter.
Kegiatan ini mengintegrasikan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta didik, sesuai dengan prinsip holistik pendidikan Islam.
Sebagaimana dinyatakan oleh Nata (2019), pendidikan Islam idealnya tidak hanya menekankan aspek pengetahuan agama, tetapi juga pembentukan kepribadian Islami yang mencerminkan keseimbangan antara akal, hati, dan tindakan.
Dalam konteks MAPSI, keseimbangan ini tampak nyata: siswa tidak hanya diuji pada pemahaman Al-Qur’an dan Hadis, tetapi juga pada kreativitas seni Islami, seperti kaligrafi, tilawah, rebana, pidato, dan rebana.
Melalui kegiatan ini, sekolah menjadi wadah untuk membumikan nilai-nilai Islam dalam bentuk karya dan budaya, bukan sekadar doktrin verbal.
MAPSI juga memupuk semangat kompetitif yang sehat, kolaboratif, dan penuh kejujuran — karakter khas santri yang menjadi landasan pembentukan moral bangsa.
Bawor Santri: Simbol Kearifan dan Moderasi
Maskot “Bawor Santri” (SIBASAN) yang dihadirkan dalam MAPSI 2025 bukan sekadar ikon hiburan, tetapi mengandung makna filosofis mendalam.
Tokoh Bawor, yang dalam budaya Banyumas dikenal sebagai sosok lucu, jujur, dan membela kebenaran, kini diberi napas baru dengan atribut santri.
Perpaduan ini menjadi simbol harmoni antara budaya lokal dan nilai Islam universal. Dalam konteks moderasi beragama, Bawor Santri mencerminkan pesan penting: bahwa menjadi santri tidak harus menanggalkan identitas budaya daerah, dan menjadi orang Banyumas tidak berarti terlepas dari nilai-nilai Islam.
Menurut Azra (2017), karakter Islam Nusantara tumbuh melalui dialog antara teks agama dan konteks budaya lokal.
“Bawor Santri” mewakili semangat itu — Islam yang ramah, terbuka, dan penuh humor, namun tetap berprinsip. Ia mengajarkan bahwa dakwah dan pendidikan Islam dapat berjalan selaras dengan seni dan tradisi tanpa kehilangan substansinya.
Sebagai tuan rumah, Banyumas menunjukkan bahwa pendidikan Islam dan kebudayaan lokal dapat berjalan beriringan.
Gelaran MAPSI tidak hanya diisi oleh lomba-lomba keagamaan, tetapi juga parade budaya, pameran karya seni Islami, dan pentas kolaboratif antarsekolah.
Konsep ini sejalan dengan prinsip moderasi beragama yang digagas oleh Kementerian Agama (2023), yaitu keseimbangan antara komitmen terhadap ajaran agama dan keterbukaan terhadap keberagaman sosial.
Melalui MAPSI, siswa belajar mengekspresikan keislaman secara santun dan estetis — bukan dengan konfrontasi, tetapi dengan kreativitas.
Kreativitas Islami yang muncul dari panggung MAPSI menunjukkan bahwa iman tidak menghalangi inovasi, dan tradisi tidak menutup jalan kemajuan.
Banyumas, dengan karakter egaliter dan humoris masyarakatnya, memberikan konteks ideal bagi pelaksanaan pendidikan Islam yang inklusif dan membahagiakan.
Menumbuhkan Jiwa Santri di Tengah Generasi Z
Generasi pelajar saat ini hidup di tengah dunia digital yang kompleks dan cepat berubah. Dalam situasi seperti ini, jiwa santri menjadi benteng moral dan spiritual.
Jiwa santri bukan sekadar atribut religius, tetapi mencerminkan sikap hidup — cinta ilmu, hormat kepada guru, jujur, dan berkhidmat kepada sesama.
Al-Attas (1993) menjelaskan bahwa pendidikan Islam bertujuan membentuk insan beradab (insān adīb), yaitu manusia yang mengenal dan menempatkan segala sesuatu pada tempatnya.
MAPSI, dalam konteks ini, merupakan ruang pembentukan insan adīb modern — pelajar yang berpengetahuan luas, berbudaya, dan berakhlak Islami.
Baca juga: Ribuan Santri Pondok Pesantren Al Fatah Banjarnegara memperingati Hari Santri Nasional 2024
Dengan semangat Hari Santri yang berdekatan dengan pelaksanaan MAPSI, Banyumas mengajarkan bahwa menjadi santri tidak harus berpakaian sarung dan kopiah setiap hari, tetapi cukup dengan menjadikan nilai-nilai kesantrian sebagai etos hidup: rendah hati, tekun belajar, dan peduli sesama.
MAPSI 2025 di Banyumas bukan hanya tentang perlombaan, tetapi tentang peradaban. Melalui simbol Bawor Santri, pelajar Jawa Tengah belajar bahwa Islam tidak hanya diajarkan di ruang kelas, tetapi juga dapat dihidupkan di panggung budaya dan kreativitas.
Dari Banyumas, cahaya moderasi dan semangat santri menyebar ke seluruh Jawa Tengah — mengingatkan bahwa Islam yang rahmatan lil ‘alamin dapat tumbuh indah di tengah keberagaman budaya.
Di tangan generasi muda inilah, nilai-nilai santri menemukan bentuk baru: kreatif, cerdas, toleran, dan tetap berakar pada kearifan lokal.
Dengan demikian, MAPSI, Bawor, dan jiwa santri adalah tiga unsur yang berpadu harmonis: agama, budaya, dan pendidikan.
Ketiganya menjadikan Banyumas bukan hanya tuan rumah lomba, tetapi juga panggung peradaban Islam moderat dan berkarakter Nusantara.***
Ditulis oleh: Priyanto (Kepala SMP N 3 Kutasari & Dewan Pakar MGMP PAI SMP Propinsi Jawa Tengah)