KABAR-DESAKU.COM – Bencana alam selalu dipandang sebagai forcemajore yaitu sesuatu hal yang berada di luar control manusia.
Oleh karena itu, untuk meminimalisir terjadinya korban akibat bencana diperlukan kesadaran dan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana.
Kesadaran dan kesiapan menghadapi bencana ini idealnya sudah dimiliki oleh masyarakat melalui kearifan lokal daerah setempat.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) menyebut, hampir semua daerah di wilayah ini rawan bencana.
Kabupaten Donggala, Tolitoli, Parigi Moutong dan Kabupaten Poso di bagian dataran tinggi Napu, sering menjadi langganan banjir saat musim hujan.
Baca juga: Perangkat Desa Bagaimana Kepastian Hukumnya Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Bakal Calon Gubernur Sulteng, Ahmad Ali. juga menerima keluhan masyarakat terkait ancaman bencana.
Keluhan diterima saat melakukan kunjungan ke beberapa daerah, salah satunya saat berada di Parigi Moutong beberapa waktu lalu.
Sejumlah masyarakat mengeluhkan, saat ada ancaman bencana mereka tidak memiliki cukup pengetahuan bagaimana mitigasi dilakukan.
Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia pada umumnya dan Sulawesi Tengah khususnya merupakan wilayah yang mempunyai risiko terhadap bencana.
Secara geografis Indonesia ataupun Sulteng merupakan wilayah kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Terdapat 130 gunung berapi aktif dan terdapat lebih dari 5.000 sungai besar dan kecil yang 30% di antaranya melewati kawasan padat penduduk dan berpotensi terjadinya banjir bandang dan tanah longsor pada musim hujan.
Menurut Ahmad Ali, bencana bukan hanya soal mitigasi keselamatan saja, tetapi dampak serius ekonomi dan kesejahteraan di lokasi terpapar bencana.
Terkadang, kata dia, masih ditemukan jalan yang rusak dan menyulitkan akses BPBD pada proses penanggulangan.
“Masalah bencana harus dipikirkan serius, misal setiap desa harus punya lokasi penampungan dan pusat mitigasi bencana jika terjadi, ingat jangan sampai keluar dari prioritas kebencanaan yang sudah ditetapkan, jangan lupa mitigasi bencana wajib sampai ke desa-desa,” ujar Ahmad Ali, di Parimo, Jumat (09-08-2024).
Berdasarkan catatan Kedeputian Bidang Sistem dan Strategi Direktorat Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana 2021, pengkajian kapasitas Provinsi Sulawesi Tengah mengacu kepada tujuh prioritas program pengurangan risiko bencana.
Dan menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko menimbulkan bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana.
Menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada, menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh.
Kemudian menghargai budaya lokal, membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta.
Mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan serta menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Maka Ahmad Ali kelak disaat kepemimpinannya sebagai Gubernur Sulteng adalah dengan memprioritaskan Perkuatan Kebijakan dan Kelembagaan.
Pengkajian Risiko dan Perencanaan Terpadu, Pengembangan Sistem Informasi, Diklat dan Logistik.
Penanganan Tematik Kawasan Rawan Bencana, peningkatan Efektivitas Pencegahan dan Mitigasi Bencana.
Perkuatan Kesiapsiagaan dan Penanganan Darurat Bencana, dan Pengembangan Sistem Pemulihan Bencana.
Mengutip data BPBD, menurut Ahmad Ali Provinsi Sulawesi Tengah telah mengalami 280 kejadian bencana dalam 20 tahun terakhir (periode 1999 – 2019). Masing-masing bencana memberikan dampak berupa korban jiwa serta kerugian dan kerusakan.
Bahkan, sepanjang tahun 2024 (periode Januari hingga Juli) tercatat telah terjadi 142 kejadian bencana, meningkat 27 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Sebagian besar bencana yang terjadi sepanjang tahun ini adalah banjir (113).
Dari total kejadian bencana itu, dilaporkan menelan 2 korban jiwa.
Selain itu, 24.409 warga menderita akibat bencana tersebut.
Sebagian besar dampak bencana belum tertangani.
Olehnya, ke depan baik provinsi maupun kabupaten/ kota harus mengantisipasi 5 aspek penting, yaitu assessment risiko, pembangunan kapasitas institusi, investasi pada pengurangan risiko, persiapan kondisi darurat dan pengalokasian dana bencana berikut pembiayaannya.
“Kita dorong juga agar inisiatif dari sebagian kecil pemda (pemerintah daerah) dengan menciptakan belanja asuransi untuk mengantisipasi risiko fiskal daerah akibat bencana mungkin merupakan contoh baik yang bisa diadopsi daerah lain,” terang Ahmad Ali.
Lalu menurut Ahmad Ali, langkah strategis upaya pengurangan risiko bencana adalah dengan melakukan mitigasi dan kesiapsiagaan bencana.
Tahap mitigasi bencana dilakukan untuk mengurangi serta menanggulangi resiko bencana.
Kegiatannya berupa perbaikan dan modifikasi lingkungan fisik maupun penyadaran serta peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
Menurut Ahmad Ali, tahap mitigasi bencana dilakukan secara struktural maupun kultural (non struktural).
Secara struktural upaya yang dilakukan melalui pembangunan berbagai prasarana fisik dan menggunakan pendekatan teknologi.
Seperti pembuatan kanal khusus untuk pencegahan banjir, alat pendeteksi aktivitas gunung berapi, bangunan yang bersifat tahan gempa, ataupun early warning system (sistem peringatan dini) yang digunakan untuk memprediksi terjadinya gelombang tsunami.
Mitigasi struktural juga merupakan upaya untuk mengurangi kerentanan (vulnerability) terhadap bencana dengan cara rekayasa teknis bangunan tahan bencana.
Sedangkan mitigasi kultural adalah upaya untuk mengurangi kerentanan (vulnerability) terhadap bencana dalam lingkup upaya pembuatan kebijakan seperti pembuatan suatu peraturan perundang-undangan penanggulangan bencana.
Upaya mitigasi kultural juga dilakukan dengan cara mengubah paradigma, meningkatkan pengetahuan dan sikap sehingga terbangun masyarakat yang tangguh.
Termasuk di dalamnya adalah membuat masyarakat peduli terhadap lingkungannya untuk meminimalkan terjadinya bencana.
Secara umum, yang dilakukan pada tahapan ini adalah membuat peta atau denah wilayah yang sangat rawan terhadap bencana.
Kemudian pembuatan alarm bencana, membuat bangunan tahan terhadap bencana tertentu.
Dan memberi penyuluhan serta pendidikan yang mendalam terhadap masyarakat yang berada di wilayah rawan bencana.
Selanjutnya adalah tahap kesiapsiagaan bencana. Tahap ini dilakukan menjelang sebuah bencana akan terjadi.
Pada tahapan ini, seluruh elemen terutama masyarakat perlu memiliki kesiapan dan selalu siaga untuk menghadapi bencana.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menyusun rencana kontinjensi.
Kontinjensi merupakan suatu kondisi yang dapat terjadi, namun belum tentu pasti terjadi.
Baca juga: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Apresiasi Hadirnya Rumah Baca Purnama Desa Luwung Banjarnegara
Perencanaan kontinjensi adalah upaya untuk merencanakan peristiwa yang kemungkinan terjadi, namun peristiwa itu belum tentu terjadi.
Ahmad Ali juga menekankan untuk mengantisipasi berbagai unsur ketidakpastian, diperlukan perencanaan untuk mengurangi dampak yang mungkin terjadi.
Secara umum, kegiatan pada tahap kesiapsiagaan antara lain menyusun rencana pengembangan sistem peringatan, pemeliharaan persediaan dan pelatihan personil.
Kemudian menyusun langkah-langkah pencarian dan penyelamatan serta rencana evakuasi untuk daerah yang mungkin menghadapi risiko dari bencana berulang.
Dan melakukan langkah-langkah kesiapan tersebut, yang dilakukan sebelum peristiwa bencana terjadi.
Harapan kita semua, upaya mitigasi dan kesiapsiagaan bencana tersebut tentunya diharapkan akan meminimalkan korban jiwa, gangguan layanan, dan kerugian harta benda saat terjadinya bencana.***
BERSAMBUNG
Ditulis Oleh : Maulana Maududi (Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Central Analisa Strategis – DPP CAS)
2 thoughts on “Masyarakat Keluhkan Ancaman Bencana, Ahmad Ali Siapkan Kesiapsiagaan Bencana dan Langkah Mitigasi Terpadu (Jilid 24)”