Menjemput Takdir Sebagai Gubernur Sulteng Melalui Kelihaiannya Ahmad Ali Kendalikan Narasi dan Kedewasaan Berpolitik (Jilid 72) 

KABAR-DESAKU.COM – Berkontestasi atau hasrat mengikuti kontestasi (perlombaan) telah menjadi salah satu tradisi-alamiah atau “hobi yang melekat” dalam diri manusia yang diperolehnya bersama dengan penciptaannya.

Terdapat sejumlah idiom teologis yang mendukung pandangan tersebut di antaranya.

Tak terkecuali bagi Ahmad Ali yang kini melakukan segala jenis ikhtiar, baik itu ikhtiar do’a dan ikhtiar usaha, dalam rangka menegaskan capaian langkahnya menuju terpilihnya beliau sebagai Gubernur Sulawesi Tengah Periode 2024-2029.

Sebagaimana disebutkan dalam Alquran Surah Al Maidah ayat 2, yang artinya : “… Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan / pelanggaran.

Kemudian di Al-Qur’an Surat Al-Baqarah 148: Berlomba-lombalah kamu dalam berbuat kebaikan; Al-Qur’an Surat Al-Hadiid ayat 21, yang artinya “Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya.

Baca juga: Bawaslu Banjarnegara Awasi Proses Penetapan DPT dalam Rapat Pleno Rekapitulasi

Karena posisinya sebagai “Tradisi-Takwiniyah” pada diri Ahmad Ali, maka dipandang penting untuk dapat memahami secara baik hakikat kontestasi (perlombaan) menjadi Calon Gubernur Sulawesi Tengah ini, agar dapat mengikutinya secara etis dan sportif serta mampu menyikapi dampak-dampak yang mungkin diakibatkannya.

Kontestasi atau perlombaan sejatinya merupakan salah satu metode untuk meraih kesempurnaan atau menaiki anak tangga menuju kesempurnaan sebagai hamba, karena hakikat kehidupan adalah perjalanan menuju kesempurnaan (al-insan al-kamil) sehingga kondisi-kondisi yang dialami secara silih berganti tidak lebih dari sekadar jajaran fase dan ritme yang mesti dilalui untuk sampai ke tujuan akhir itu.

Maka Ahmad Ali sangat menyadari betul bahwa kontestasi atau perlombaan ini tidak mengharuskan pesertanya menjadi “kontestan” untuk kemudian setiap orang memandang selainnya sebagai saingan atau kompetitor.

Para peserta perlombaan ini disebut sebagai “al-Saalik” atau “Musafir” sehingga setiap orang melihat yang lain sebagai fathner atau mitranya.

Memandang orang sebagai partner dalam perjalanan ini baru bisa terjadi, ketika seorang “al-Salik” mampu mengenali secara baik serta menegaskan apa yang seharusnya tujuan lalu menjadikannya sebagai tujuan.

Bukannya malah menempatkan apa yang semestinya menjadi sarana antara (target antara) sebagai tujuan.

Jika seorang “al-Salik” dapat memandang bahwa kesempurnaan-lah yang menjadi tujuan akhir (ultimate goal) dari perjalanan ini, sedangkan kesempurnaan itu sendiri bersifat universal luas dan tanpa batas — maka tidak perlu ada persaingan atau kompetisi dalam arti “berebut” dalam pencapaian tujuan tersebut sebab sejatinya dia tanpa terbatas dimana keberadaanya jauh lebih luas dari kebutuhan bahkan harapan para pengharapnya.

Karenanya, “kecele-lah” orang yang memandang saudaranya sebagai saingan dalam perjalanan menuju kesempurnaan.

Betapa pun ini, Ahmad Ali menganggap bukan persaingan karena hakikatnya adalah perjalanan “al-hayaat hiya al-safr” tetapi dibutuhkan berbagai persiapan dan bekal dalam menapakinya.

Dengan kecerdasannya Ahmad Ali beranggap dalam konteks kehidupan sosial, bekal itu bukanlah sekadar do’a, semangat dan hasrat, melainkan lebih konkrit dapat berupa kekuasaan, kedudukan, jabatan, kehormatan, kecerdasan hingga kekayaan harta benda yang kesemuanya merupakan sarana yang dibutuhkan dalam menempuh perjalanan.

Terkadang, sementara kita telah secara keliru memposisikan sarana-sarana ini sebagai tujuan hidupnya. Padahal menurut Ahmad Ali mengasumsikan sarana sebagai tujuan segera akan merubah paradigma dan cara pandang terhadap seseorang dari “sebagai partner atau mitra” menjadi “sebagai saingan atau kompetitor”.

Baca juga: Ketua Dewan Pelindung DPP CAS Pasha Ungu Turut Meriahkan Konser BerAmal di Banggai, Demi Kawal Ahmad Ali Menuju Kemenangan Sebagai Gubernur Sulteng

Ketika yang menjadi tujuan (semu) memiliki aspek keterbatasan baik jumlah, peluang, ruang maupun kesempatan, maka ia berpeluang memasuki hukum pasar (supply and demand) yang seterusnya mensyaratkan persaingan, kompetisi bahkan perebutan dan perang.

Lebih jauh, Ahmad Ali melihat jika kontestasi atau perlombaan menjadi Gubernur Sulawesi Tengah ini telah diasumsikan sebagai kompetisi atau kontestasi— akan mensyaratkan ada yang kalah dan ada menang.

Ketika kalah menang telah mewakili tingkat “ketercapaian tujuan”, maka kekalahan akan diasumsikan sebagai kehinaan dan kemenangan sebagai kemuliaan.

Pada saat “kemenangan diasumsikan sebagai kemuliaan” maka segala cara yang diduga dapat mewujudkan kemenangan akan diberi legitimasi benar — tentu dengan minjam kaidah “ma laa yatimmu al-waajib illaa bihi fawua wajib”— jika memperoleh kemuliaan hidup merupakan keniscayaan maka segala upaya mencapainya menjadi niscaya dilakukan.

Sebaliknya, ketika kekalahan diasumsikan sebagai kehinaan, maka segala upaya, cara dan strategi akan dilegitimasi sebagai upaya pemeliharaan kemuliaan diri bahkan tanpa mempedulikan lagi batas-batas rasio dan etis __ yang sejatinya dapat mengotori kemuliaan itu sendiri.

Menghindarkan itu, Ahmad Ali lebih cenderung kepada Al-Qur’an mulia mengisyaratkan, bahwa sebaik-baik bekal bagi seorang “al-Saalik” adalah “Ketakwaan”, sebab ketakwaan-lah yang akan menghantarkan kepada kesempurnaan.

Paradigma ini didasarkan pada asumsi bahwa “kemuliaan hanya akan diperoleh dengan kemuliaan”— sehingga, jika tujuan hidup adalah perolehan kesempurnaan–yang juga bermakna kemuliaan, maka pencapaiannya harus pula melalui perjalanan berbekal takwa — yang juga bermakna kemuliaan.

Dan Ahmad Ali pun mengasumsikan, bahwa tujuan hidup adalah kesempurnaan dan bekal menujunya adalah ketakwaan– telah mampu mendegradasi keseluruhan sarana agar menjadi sebatas sarana.

Adapun persaingan atau kompetisi perebutan sarana (kedudukan, jabatan, kepercayaan orang, kekayaan) menjadi tidak memiliki eksistensi vis a vis hakikat perjalanan seorang “al-Saalik” dalam menuju kesempurnaan.

Lewat asumsi ini, maka Ahmad Ali menegaskan bahwa predikat kalah-menang dalam perjalanan lebih pada cepat-lambatnya seseorang dalam pencapaian kesempurnaan serta istiqamah-tidaknya ia dalam mempertahankan derajat kesempurnaan yang telah dicapainya itu.

Dengan begitu kalah-menang dalam persaingan atau kompetisi atas yang bernama sarana tidak selalu korelatif dengan kalah-menang dalam perlombaan ketika meraih kesempurnaan.

Baca juga: Ini Dia Nomor Performance Wakil Jawa Tengah Pada Lomba Bertutur Tingkat Nasional 2024

Lebih jauh, asumsi ini akan ditemukan adanya suatu perlombaan dimana pesertanya bisa secara bersama-sama dapat meraih kemenangan, tentu ketika setiap orang memperloleh kemajuan atau peningkatan dalam pencapaian derajat kesempurnaan dan kemuliaan dari setiap aktifitas di kehidupan ini, dan inilah yang mau disebut sebagai “Menang-Menang” — bukan sama-sama mengkalim menang.

Realitas Menjemput Takdir Kemenangan

Ahmad Ali mengungkapkan keyakinan kuat bahwa pasangan BerAmal Bersama Ahmad Ali dan Abdul Karim Aljufri) telah ditakdirkan oleh Tuhan untuk memimpin Sulawesi Tengah.

Dan Ahmad Ali menekankan bahwa hasil pemilihan nanti adalah ketetapan dari Allah, bukan keputusan manusia.

“Siapa yang menjadi gubernur itu urusan Tuhan, bukan persoalan manusia. Siapa yang akan jadi gubernur Sulawesi Tengah, itu adalah takdir Allah. Karena ini ketetapan dari Allah, maka kita harus benar-benar berproses secara baik dan matang,” ungkap Ahmad Ali.

Ahmad Ali mengajak semua pihak untuk mengedepankan proses demokrasi yang sehat, tanpa didorong oleh nafsu atau ambisi pribadi.

“Jangan sampai kita merasa bahwa kita yang menentukan jalannya hidup ini. Jika kita mulai berpikir, ‘kalau bukan saya, atau gara-gara si ini atau si itu, saya tidak jadi,’ itu adalah nafsu. Padahal, siapa yang akan menjadi gubernur, siapa yang akan menjadi bupati, semua itu adalah ketetapan Allah yang harus kita terima dengan lapang dada,” tambahnya.

Ahmad Ali dan pasangannya, Abdul Karim Aljufri, telah mengunjungi lebih dari 80 titik di seluruh Sulawesi Tengah.

Melalui perjalanan tersebut, mereka bertemu langsung dengan warga dari berbagai daerah, mendengarkan keluhan dan harapan mereka.

“Saya dan Pak Dayat (panggilan akrab ketua Tim Pemenangan BerAmal, Hidayat Lamakarate) telah menempuh perjalanan panjang, menembus ombak, udara, darat, dan menghadapi berbagai tantangan. Pada akhirnya, nanti tanggal 27 November kita akan mengetahui siapa yang Allah takdirkan untuk menjadi gubernur Sulawesi Tengah, dan saya yakin, pasangan BerAmal yang akan ditetapkan Allah,” ucap Ahmad Ali penuh keyakinan.

Ahmad Ali menegaskan pernyataannya dengan keyakinan bahwa perjuangannya bersama Abdul Karim Aljufri adalah bagian dari takdir ilahi yang akan membawa kebaikan bagi Sulawesi Tengah.

“Saya yakin, kami telah ditakdirkan untuk memimpin Sulawesi Tengah dan memberikan harapan baru bagi seluruh masyarakatnya. Amin,” tegas Ahmad Ali.

Pasangan BerAmal tetap terus melanjutkan kampanye dengan mengedepankan pendekatan yang merangkul semua lapisan masyarakat, mengedepankan dialog, serta menawarkan visi perubahan untuk Sulawesi Tengah yang lebih baik.

Baca juga: Kuatkan Kegemaran Membaca, Lomba Bertutur Tingkat Nasional Tahun 2024 Resmi Dibuka

Intensitas Blusukan Kendalikan Narasi Dalam Kedewasaan Berpolitik

Ahmad Ali dalam kurun waktu belakangan ini terus menerus menjaga konsistensinya melakukan blusukan ke berbagai kalangan masyarakat di Sulawesi Tengah.

Dan kini kembali melakukan blusukan ke pasar tradisional. Kali ini Ahmad Ali berkunjung ke Pasar Salakan, di Kecamatan Tinagkung, Kabupaten Banggai Kepulauan (Bangkep), pada Rabu (18-09-2024) pagi.

Ahmad Ali mengungkapkan mengungkap alasannya memilih blusukan ke pasar-pasar karena ingin mengetahui ekonomi masyarakat kecil.

“Di beberapa daerah yang saya datangi, jarang ke mal atau melakukan kunjungan-kunjungan formal. Saya lebih sering mendatangi pasar. Kenapa? Karena kalau kita ingin mengukur perekonomian masyarakat, jangan pernah tanya pejabat, tapi lihat pasarnya,” ungkap Ahmad Ali.

Dia bilang, kondisi ekonomi masyarakat bisa diukur salah satunya dengan melihat tingkat transaksi masyarakat di pasar-pasar tradisional.

Kalau pasarnya ramai, interaksi masyarakat bagus, perputaran uang berjalan, itu pertanda ekonomi tumbuh.

“Tapi kalau pasarnya lesu, sepi, berarti ada yang salah dalam pengelolaan perekonomian di daerah itu. Ternyata saya juga baru sadar bahwa selama ini Pak Jokowi melakukan itu untuk melihat kondisi langsung masyarakat,” ujarnya.

Saat baru memasuki Pasar Salakan, Ahmad Ali langsung disambut antusias masyarakat dan pedagang di sana. Bahkan salah seorang lansia langsung memeluk Ahmad Ali.

“Kita so rindu sekali dengan Pak Ahmad Ali, saya selalu doakan supaya jadi gubernur. Lalu waktu jadi Anggota DPR kita coblos, nanti kita mau coblos lagi. Bapak ini orang baik kasian, semoga jadi gubernur,” ungkap Mariama Japi, nenek berusia 75 tahun yang memeluk erat Ahmad Ali.

Di Pasar Salakan, Ahmad Ali juga membeli berbagai dagangan. Ia bahkan langsung mencicipi jajanan tradisional yang dijual pedagang di pasar.

Masyarakat dan pedagang yang melihat kehadiran Ahmad Ali pun bergantian bersalaman dan berswafoto dengan calon gubernur Sulawesi Tengah itu.***

(Tulisan disadur dari berbagai sumber terpercaya)

Ditulis Oleh : Maulana Maududi (Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Central Analisa Strategis – DPP CAS)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *