BANJARNEGARA, KABAR-DESAKU.COM – Adanya kasus yang menjerat salah satu komisioner KPU RI beberapa waktu yang lalu, cukup mengejutkan publik.
Pasalnya, KPU sebagai penyelenggara pemilu/pemilihan mestinya bertindak profesional, berintegritas serta menjunjung tinggi kode etika.
Namun faktanya, ada saja oknum yang terjerat masalah, baik etik, maupun lainnya.
Fenomena tersebut kemudian memunculkan sejumlah spekulasi dikalangan pengamat maupun masyarakat.
Apakah selama ini tidak ada pengawasan internal? Sejauh mana pengawasan internal dilakukan? Dimana peran divisi hukum dan pengawasan? Dan sederet pertanyaan lainnya.
Baca juga: Penggunaan Listrik dengan Bijak: Menjaga Lingkungan dan Menghemat Biaya
Untuk itu, penyelenggara pemilu maupun pemilihan (Pilkada) dalam menjalankan tugasnya perlu diawasi.
Baik oleh pengawas eksternal maupun internal sehingga kasus-kasus seperti di atas tidak terulang kembali.
Pengawasan eksternal dilakukan oleh Bawaslu beserta jajarannya seperti Panwascam, pengawas keluarahan/desa (PKD) hingga pengawas TPS.
Sedangkan pengawasan internal dilakukan oleh KPU beserta jajarannya. Di tingkat kabupaten, secara hierarki KPU mengawasi PPK, PPK mengawasi PPS dan PPS mengawasi KPPS.
Pengawasan internal ini dilakukan untuk memastikan bahwa penyelenggara Pilkada benar-benar telah melaksanakan tugasnya sesuai aturan yang ada.
Baca juga: Kenali 5 Jenis Gangguan Suasana Hati yang Paling Umum Terjadi
KPU divisi hukum dan pengawasan menjadi leading sector dalam melakukan kerja pengawasan internal pada jajarannya agar semua tahapan Pilkada sesui dengan regulasi yang berlaku.
Regulasi menjadi dasar kerja penyelenggara Pilkada sehingga semua kerjanya berdasarkan azas kepastian hukum.
Regulasi penyelenggaraan Pilkada terdiri dari Undang-Undang, peraturan KPU dan keputusan KPU.
Semua regulasi tersebut mengatur tentang kegiatan pada setiap tahapan penyelenggaraan Pilkada.
Di tingkat kecamatan, anggota PPK divisi hukum dan pengawasan menjadi leader yang bertugas mengawasi divisi lain untuk memastikan dalam melaksanakan kegiatannya sesuai aturan yang ada.
Divisi hukum dan pengawasan dalam hal ini bekerjanya “menyelimuti” semua divisi dan selalu melekat padanya.
Divisi hukum dan pengawasan dalam menjalankan tugasnya yaitu dengan turun langsung ke lapangan atau melalui laporan dari masyarakat.
Baca juga: 5 Rahasia Kopi Nikmat yang Jarang Diketahui, Nomor 3 Bikin Kopi Jadi Lebih Mantap!
Selain itu, kegiatan pengawasan internal juga dilakukan dengan melakukan “bedah” regulasi. Baik di tingkat KPU maupun PPK.
Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan membekali PPK, PPS dan KPPS dengan regulasi sehingga diharapkan mereka dapat menerapkannya saat bekerja.
Kerja pengawasan dilakukan sejak permulaan, saat pelaksanaan hingga akhir penyelenggaraan.
Mulai dari rekrutmen Pantarlih, PPK melakukan monitoring untuk memastikan bahwa pola rekrutmen yang dilakukan benar-benar obyektif dan profesional. tidak ada sistem titipan. Tidak ada praktik KKN.
Dan tidak ada tarikan biaya/uang. Semua kegiatan tersebut benar-benar dilakukan sesuai prosedur.
Pada saat Pantarih melakukan pencocokan dan penelitian (coklit), misalnya, pengawasan juga dilakukan agar kegiatan coklit tersebut tidak salah sasaran atau mal administrasi.
Karena sering kali petugas Pantarlih menemukan sejumlah masalah yang hal tersebut membutuhkan penyelesaian.
Pada saat demikian, PPK divisi hukum dan pengawasan memberikan penjelasan bagaimana kasus tersebut dipecahkan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Pada saat perekrutan KPPS, divisi hukum dan pengawasan juga hadir melakukan pengawasan dan pendampingan terhadap PPS tujuannya agar perekrutan tersebut dapat berjalan dengan baik dan fair.
Baca juga: Kontribusi PPK dalam Penyelenggaraan Pilkada Banjarnegara Tahun 2024
Fungsi pengawasan memberi kepastianhukum bahwa kegiatan perekrutan KPPS berlangsung secara obyetif, dan transparan. Tidak ada pungutan uang atau gratifikasi.
Bahwa personel KPPS yang lulus benar-benar laik karena memiliki kompetensi yang dibututhkan. Bukan atas dasar kedekatan atau like and dislike.
Baru baru ini PPK dan PPS menerima alat peraga sosialisasi (APS) fasilitasi dari KPU kabupaten untuk dipasang di wilayah kerjanya masing-masing.
Terhadap APS ini, PPK dan PPS juga dipantau agar pemasangaan APS tersebut tidak melanggar aturan.
Melalui kegiatan pengawasan internal menjamin APS tersebut dipasang di tempat strategis.
Tidak di tempat ibadah atau lembaga pemerintah. Tidak dipasang di tiang listrik.
Baca juga: Harmonisasi PPK dan Panwascam untuk Pilkada Sehat
Tidak mengganggu ketertiban dan keindahan serta tidak dipasang (dipaku) dipohon.
Pendek kata tidak melanggar aturan perundang-undangan.
Para penyelenggara Pilkada bersifat netral, profesional, berintegritas serta menjunjung tinggi kode etik.
Hal tersebut bersifat mengikat dan wajib ditegakkan.
Divisi hukum dan pengawasan senantiasa memantau terhadap jajarannya agar tidak ada yang terjebak pada pelanggaran kode etik, administratif maupun pidana pemilu (Pilkada).
Pengawasan internal dilakukan sebagai upaya menjaga para penyelenggara pemilihan (Pilkada) tetap profesional.
Penyelenggara Pilkada juga dituntut dapat menjaga kode etik seperti tidak selfi dengan salah satu paslon.
Tidak ikut dalam kegiatan kampanye. Tidak menerima uang dari pihak lain selain dari sumber yang sah.
Tidak menerima gratifikasi. Tidak melakukan perbuatan asusila dan tindakan lain yang melanggar aturan.
Selain itu, penyelengara Pilkada juga diharapkan dapat bekerja sama dan senantiasa berkoordinasi dengan Bawaslu dan jajarannya sesuai dengan tingkatannya.
Hal itu dilakukan agar pengawasan internal dan eksternal berjalan bersama sehingga fungsi pengawasan menjadi efektif.
Dengan demikian pelaksanaan Pilkada Banjarnegara tahun 2024 dapat berjalan lancar, tertib, dan aman.***
Ditulis Oleh: Agus Priyadi, S.Pd.I.
Penulis adalah anggota PPK Kecamatan Purwanegara, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah.