KABAR-DESAKU.COM – Dalam tradisi masyarakat Jawa, bulan Suro bukan sekadar penanda awal tahun dalam kalender Jawa, tetapi juga menjadi momentum sakral untuk melakukan introspeksi diri.
Salah satu ritual yang kerap dilakukan menyambut datangnya bulan Suro adalah Mandi Kembang atau dikenal juga dengan istilah Padusan.
Tradisi ini masih lestari di berbagai daerah Jawa, seperti Yogyakarta, Solo, Magelang, dan sebagian wilayah Banyumas dan Purbalingga.
Secara etimologis, kata “Padusan” berasal dari kata “adus” dalam bahasa Jawa yang berarti “mandi”.
Mandi kembang sendiri merupakan praktik menyucikan diri dengan air yang dicampur dengan berbagai jenis bunga, seperti bunga mawar, melati, kenanga, dan kantil.
Baca juga: 4 Ide Bisnis Modal Kecil di Desa: Peluang Besar dari Dapur Sendiri
Dalam tradisi ini, air dan bunga bukan sekadar media fisik, tetapi juga simbol spiritualitas dan penyucian batin.
Makna filosofis dari tradisi ini adalah membersihkan diri secara lahir dan batin, menyucikan hati dari kesalahan selama satu tahun ke belakang, dan menyambut tahun baru dengan semangat baru yang lebih baik.
Masyarakat percaya bahwa air memiliki kekuatan untuk menghilangkan aura negatif, sementara bunga melambangkan keharuman budi pekerti.
Tradisi Mandi Kembang biasanya dilakukan pada malam menjelang 1 Suro atau sore hari sebelum maghrib.
Beberapa masyarakat melakukannya secara pribadi di rumah, namun tak jarang juga dilakukan secara massal di tempat-tempat yang dianggap sakral seperti:
- Sendang (mata air alami)
- Sungai kecil atau tempat pemandian umum,
- Kolam atau pancuran dekat makam wali atau tokoh leluhur.
Baca juga: Makna Bubur Suro: Tradisi Khas 1 Muharram yang Sarat Filosofi
Di daerah Magelang dan Klaten, misalnya, Padusan sering dilakukan di sendang yang sudah dianggap keramat.
Di tempat ini, orang datang dengan membawa bunga dan air dari rumah, lalu mandi sambil memanjatkan doa-doa keselamatan.
Meski zaman terus berubah, tradisi Padusan tetap dipertahankan oleh sebagian masyarakat Jawa.
Bahkan di beberapa daerah, tradisi ini kini dikemas lebih menarik sebagai bagian dari wisata budaya spiritual, misalnya di kawasan wisata Sendangsono, Umbul Ponggok, atau Umbul Manten.
Bagi generasi muda, Padusan bukan sekadar ritual kuno, tetapi refleksi budaya yang mengajarkan nilai kesederhanaan, kesucian, dan hubungan manusia dengan alam dan Sang Pencipta.
Tradisi Mandi Kembang atau Padusan adalah warisan budaya Jawa yang sarat akan makna dan simbolisme spiritual.
Tradisi ini bukan hanya bentuk kebersihan jasmani, tetapi juga menjadi jembatan antara manusia dengan nilai-nilai kearifan lokal.
Di tengah arus modernitas, tradisi ini tetap relevan sebagai pengingat akan pentingnya menyucikan diri, menghargai waktu, dan menyambut hidup yang lebih baik di tahun yang baru.***